Selasa, 06 Januari 2009

Merinding di Museum Sejarah Jakarta

Ternyata Jakarta sedikit berubah, tepatnya di Kawasan Kota Tua atau Kota Lama, Jakarta Kota waktu saya mengunjunginya di hari kedua tahun baru 2009. Kali terakhir saya menginjak lapangan di pusat Kota Tua saat saya menginjak kelas 6 sekolah dasar. Bukan sekadar wisata, tapi dapat tugas dari tempat kursus bahasa Inggris untuk mengetes apakah kami sudah bisa bercakap dengan para turis yang acapkali singgah di Museum Fatahillah (Sekarang Museum Sejarah Jakarta). 13 tahun yang lalu, gedung yang dulunya kantor gubernur zaman kolonial ini tidak sebersih dan terawat seperti sekarang. Belum lagi halaman yang lebih bersih, ada penyewaan onthel, dan bisa disewakan untuk acara-acara.

Yup, sebagai ibukota, Jakarta memang menawarkan aroma sejarah yang cukup kental, karena di Jakarta lah dinamika pluralisme mulai terbentuk. Jakarta juga sebuah kota yang memiliki periode sejarah yang cukup lengkap, mulai dari periode prasejarah hingga tahun-tahun terakhir ini.

Obyek sejarah tersebut meski tidak komprehensif, disajikan apik di Museum Sejarah Jakarta (MSJ) yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. Areal museum luasnya lebih dari 13.000 meter persegi dan didirikan pada 30 Maret 1974. Bangunannya bergaya arsitektur kuno abad ke-17. Sebelum menjadi museum, dulunya gedung ini bernama Stadhuis atau Balai Kota. Berbagai obyek yang dapat disajikan di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik yang mulai rapuh abad ke-18, keramik, gerabah, dan batu prasasti.

Koleksi tersebut tersebar di berbagai ruang seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Tak ketinggalan pula berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini diperkaya dengan pajangan patung Dewa sekaligus atlet dan pecinta ilmu pengetahuan Hermes yang sebelumnya terletak di perempatan Harmoni dan tak lupa meriam si Jagur yang konon memiliki kekuatan magis termasuk bekas penjara bawah tanah yang dulunya sangat menakutkan. Syahdan, Pangeran Diponegoro nyaris di penjara di tempat ini.

Mengelilingi MSJ yang bangunannya masih kokoh dan lantainya terbuat dari kayu, menyisakan cerita dibenak masing-msing pengunjungnya. Saya sempat ikut merinding tatkala berada di replika kamar JP Coen dan juga ruang rapat dewan, apalagi saat itu sendiri. Merinding bukan karena horor karena saya sempat berimajinasi berbagai aktivitas yang mereka lakukan pada zamannya.

Dijuluki Kota Metropolitan, namun sebenarnya Jakarta pantas pula dijuluki Kota Museum. Berbagai museum ada di sini, terutama di kawasan Kota Tua Jakarta Kota. Saat ini di Jakarta terdapat lebih dari 30 museum dengan jenis-jenis yang berbeda. Museum-museum ini dikelola oleh berbagai pihak, seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah/swasta, dan kelompok/perorangan.

Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Museum dan Pemugaran (DMP) relatif banyak mengelola museum. Museum-museum yang berada di bawah pengawasan DMP adalah Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah), Museum Wayang, Museum Seni Rupa, Museum Keramik, Museum Bahari, Museum (Taman) Prasasti, Museum Tekstil, Museum (Gedung) Juang ’45, Museum MH Thamrin, serta Balai Informasi Sejarah dan Budaya Jakarta.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar