
Beberapa waktu lalu, saya update status via facebook, yang isinya ihwal perbedaan. Garis besarnya saya bilang bahwa sama itu ga asyik dan nir dinamika, sementara kalau beda itu menantang dan bikin ketagihan. Tak lama kemudian, ada seorang kawan lama Mba Iva yang komen kalau memaknai perbedaan itu emang ga mudah, tapi mau belajar juga katanya.
Lho emang siapa bilang mudah, mba? swear aku bisa sampai fase statement itu bukan wangsit yang turun dari langit atawa ilham yang datang dari mimpi, tapi pure hasil pembacaan pengalaman selama ini. Terlebih saat saya memutuskan untuk hidup bersama seseorang yang sangat berarti buat saya.
Jika hanya melenakan emosi sesaat, siapa sih yang gak pengen punya kesamaan dengan orang yang kita sayangi, pengen rasanya dia menyukai apa yang kita sukai, melakukan apa yang jadi kebiasaan kita, nonton tv or baca buku dengan tema senada, menghabiskan akhir pekan dengan tujuan yang sejalan dan masih banyak lagi. Kebayang kan bt-nya kalo kita pengen nonton film bioskop genre melow/romance eh si dia malah ngajak nonton film yang bikin mikir.
Belum lagi kalau sudah sampai pada ranah perbedaan pendapat, ide dan keinginan yang sebagian besar orang menganggap prinsipil. Di situlah sejatinya perbedaan yang paling kentara. Soal orisinalitas ide, bagi saya merupakan suatu hal yang tak bisa ditawar lagi. Ketika kita memiliki suatu ide, biasanya sekuat tenaga kita mencoba mempertahankan sesuai dengan intuisi kita, meski kadang ide tersebut terbentur oleh keadaan pun dengan ide dari orang lain termasuk pasangan.
Proses menuju penerimaan dan pemahaman itu juga tidak mudah. Bagaimana menerima bahwa ide kita ternyata tak cocok dengan situasi yang sedang dihadapi, bahwa kemudian ide teman atau pasangan lebih pas. Memahami bahwa ternyata ide mereka lebih bisa memberikan pengaruh dibandingkan kita. Tak dimungkiri, ego kita pasti yang akan mendominasi karena biar bagaimanapun karena ego-lah kita bisa eksis.
Tak sekadar dinamisasi, kita juga membutuhkan harmonisasi agar dinamika yang telah tercipta bisa selaras dengan kemauan masing-masing. Layaknya musik, pasti diperlukan harmonisasi agar bunyi yang keluar enak didengar, tidak egois hanya not A, C atau G. Begitu pula dengan perbedaan ide, ada kalanya kita bisa menerima dan memahami dan sebaliknya memberi masukan yang rasional agar orang lain bisa menerima ide kita.
That is harmony in diversity
gambar diunduh dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar