
Semoga belum telat jika saya mereview ihwal hari perempuan internasional yang jatuh minggu lalu pada tanggal 8 Maret. Saya hanya ingin sharing kira2 apa implikasi semangat hari perempuan tersebut bagi perempuan di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bersama dari berbagai sumber, salah satunya di sini bahwa pada tanggal 8 maret tahun 1908 di kota New York, sekitar 15.000 perempuan turun ke jalan menuntut hak-hak mereka diantaranya pemberlakuan 8 jam kerja, hak pilih dalam pemilu dan menuntut dihentikannya memperkerjakan anak dibawah umur.
Dalam aksi tersebut mereka membawa slogan “Roti dan Bunga”. Roti melambangkan jaminan ekonomi dan Bunga melambangkan kesejahteraan hidup. Kemudian pada tahun 1910 dalam konferensi perempuan sosialis internasional disetujui tanggal 8 maret sebagai hari perempuan internasional, yang sejak saat itu sampai sekarang diperingati oleh seluruh perempuan di dunia.
Secara ideologis gerakan perempuan 8 maret ditunjukkan untuk melawan dominasi budaya, eksploitasi sistem kapitalisme dan proyek demokrasi liberal yang bias gender. Dalam konteks sosialis, kapitalisme praktis telah melahirkan praktek pemiskinan, diskriminasi, eliminasi dan budaya politik yang patriarki yang secara sistemik memarginalkan posisi sosial perempuan dan peran politik perempuan.
Tetapi, di samping kemajuan yang telah dicapai dalam satu abad terakhir ini, harapan mengenai kesamaan yang diekspresikan pada Hari Perepuan Internasional pertama, masih jauh dari kenyataan. Hampir dua dari tiga orang dewasa buta aksara adalah kaum perempuan. Kedua, di beberapa daerah anak perempuan masih memiliki kemungkinan yang kecil untuk bersekolah ketimbang anak laki-laki. Ketiga, kasus KDRT masih marak menimpa. Keempat, yang update ialah para pekerja perempuan yang kerja di luar negeri tidak mendapatkan jaminan keselamatan.
Ya, kita tidak bisa menutup mata dari banyaknya masalah yang rentan menimpa perempuan. Ada kumpulan perempuan mempunyai misi yang sama mereka membentuk semacam organisasi atau perkumpulan. Tapi bagaimana dengan yang tidak? Kita bisa menulis dan mengeluarkan pendapat, kalau upaya itu belum juga bisa kita lakukan minimal untuk kita sendiri dan orang2 yang bisa kita jangkau. Membekali pengetahuan yang banyak agar tidak menjadi 'korban'misalnya atau berani memutuskan suatu hal seseuai dengan prinsip yang kita yakini.
Sekali lagi adanya hari perempuan internasional, tak semata2 ada atau bersifat selebrasi seperti yang kawan saya bilang, hadirnya tetap memberikan kita semangat agar mampu jadi perempuan yang multitasking.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar