Kamis, 09 Juni 2011

Welcome My Prince

Delapan hari pasca-HPL, tepatnya Jumát 20 Mei 2011 malam akhirnya kami kontrol lagi ke dokter langganan, mau ngecek kondisi dedek dan air ketuban, soalnya takut kalau ternyata sudah rembes air ketubannya secara setiap ke kamar mandi pasti ada cairan bening yang keluar.

Menurut suggest dari dokter, karena kehamilanku sudah melewati HPL, maka dikhawatirkan asupan makanan yang masuk ke baby berkurang, makanya coba dipacu alias diinduksi pakai obat. Awalnya pas periksa dalam -rasanya maknyuss- memang belum ada tanda-tanda bukaan gitu.

Sebelumnya saya dan suami sudah menyepakati, akan menjalankan apapun saran terbaik dari dokter, jadi disarankan mondok malam itu ya kita coba jalani, padahal malam itu niatnya sekadar kontrol. Akhirnya suami pulang dulu bawa barang-barang sementara saya diminta istirahat karena minum obat untuk merangsang pembukaan alias jalan lahir.

Yah, yang namanya juga pengalaman pertama sama bidan disuruh istirahat tetep aja nih mata gak mau terpejam, kepikiran si dedek keadaannya gimana dan rasa sakit akibat induksi yang konon menurut banyak orang lebih sakit dari pembukaan alami. Menenangkan diri tetap saja terbayang-bayang dan khawatir.

Keesokan paginya setelah beres mandi dan sarapan, saya diminta ke ruang bersalin untuk mulai induksi lewat ampul infus, hmm baru kali ini saya merasakan gimana diinfus. Oya kami cuma berdua jadi praktis yang setia menemani saya ya suami.

Awalnya sampai siang sih belum terasa sakitnya, tapi menjelang sore hari mulai deh efeknya, paha dan pinggul berasa pegel banget, tulang ekor gak ketinggalan belum lagi mules2 yang datangnya cukup teratur skeitar 5-10 menit sekali. Ketika dicek bu bidan sudah msuk bukaan 5, wajar kalau kemudian kami optimis induksi ini berjalan sesuai harapan.

Sampai malam ditunggu pembukaan belum juga bertambah, sampai2 bu bidan terheran, ini mah sakitnya belum seberapa, kalu kamu belum sampai nangis dan teriak-teriak baru pembukaan sudah nambah. Ya ampun padahal sakitnya dah berasa banget eh dibilang belum apa2. Bu bidan bilang, "yang sabar ya babaran a.k.a melahirkan itu memang sakit tapi kapok lombok, udah sekali kepengen lagi."

Malam minggu sampai pagi tetap saya tak bisa tidur, karena menahan rasa sakit, sementara suami saya sebentar2 bangun karena saya remas atau cubit ketika rasa sakit itu datang. Waktu subuh dicek pembukaan tetap stagnan padahal dah habis 2 ampul infus. Rasa pesimis mulai menghantui, kekhawatiran yang kompleks mengenai keadaan bayi dan bagaimana kalau sampai harus di-cesar, sungguh semua di luar dugaan.

Setelah induksi dilepas, tinggallah pengaruhnya yang belum hilang dan saya diminta istirahat untuk menunggu langkah selanjutnya dan mencoba dibiarkan secara alami apa ada progerssnya atau tidak. Meski sakit tetap saya paksakan untuk berjalan-jalan di koridor sampai teras klinik. Harapannya supaya ada kemajuan dan bisa segera melahirkan.

Kedatangan kawan kami, K'mon dan Eva cukup memberi suntikan semangat karena dukungan mereka, wah padahal saat itu rasa sakitnya semakin menjadi-jadi, mau teriak gimana ditahan juga gimana, berubah posisi pun sama sakitnya.

Kemudian dicek lagi periksa dalam, alhamdulillah dibiarkan tanpa infus pembukaan maju lagi jadi enam, padahal tadi pagi sempat mundur lagi ke pembukaan tiga. Bidan bilang kontraksi rahimku memang lemah jadi penambahannya gak signifikan.

Masuklah malam senin, malam ketiga saya mondok di klinik dan belum ada tanda2 segera bersalin, rasa sakit semakin kuat apalagi tengah malam saya teriak2 lirih kesakitan per lima menit seraya mencubit dan meremas suami saya yang sudah teler karena menjaga saya terus2an. Tapi saya harus optimis, doa dan dukungan dari keluarga, kerabat dan kawan memacu semangat saya untuk kuat merasakan sakit ini.

Senin pagi datang dan kami juga belum memtuskan apakah akan diinfus lagi atau tidak, bidan juga menyerahkan pada kami, sementara dokter sempat berujar gimana kalau operasi saja, tapi tidak ada tendensi apapun karena dicek air ketuban belum pecah jadi gak ada alasan urgen untuk dioperasi. Saya cuma diminta istirahat di ruang bersalin karena dokter akan segera memeriksa kondisi saya.

Tiba-tiba sekitar pukul 17.20, dokter datang dengan pakaian yang necis katanya sih mau ke UGM trus ke klinik dulu menangani saya, dokter langsung periksa dalam dan ternyata sudah bukaan delapan, tanpa ulur2 waktu dokter langsung memasukkan sesuatu untuk memecah ketuban saya dan serr mengalirlah air hangat dari bawah. Tiga bidan yang jaga saat itu juga langsung sibuk menyiapkan alat-alat, obat, oksigen, infus, penyangga kaki dan merubah posisi tempat tidur.

Saya pun cuma bisa bengong melihatnya, Ya Allah apakah saat ini sudah waktunya bagi saya melahirkan, hanya itu yang saya pikirkan. Perasaan ini makin gak karuan saat melihat dokter masuk dengan pakaian bersalin dan langsung duduk dekat jalan lahir saya seolah siap 'bekeja'.

Entah karena sakitnya sudah kalah dengan proses induksi atau karena pengaruh bius lokal, saat dokter memutuskan untuk episiotomi (merobek jalan antara anus dan vagina) sudah gak terlalu berasa.

Tak lama kemudian, dokter mengambil vakum dan menyedot kepala si dedek yang sudah mau nongol, saya sudah tertatih mengejan karena tenaga yang habis saat induksi, dibantu bidan dan vakum maka lahirlah si dedek mungil yang saya nanti2kan tepat pukul 07.40. Prosesnya begitu cepat dan saya hanya bisa termangu dan speechless kala melihat si dedek di dada saya yang masih ada darah dan lendirnya.

Yang meluncur dari bibir saya hanya hamdalah karena akhirnya si dedek lahir dengan sehat. Setelah itu si dedek langsung dibersihkan dan dikasih ke ayah untuk diadzani. Baru dibawa ke saya lagi sama bidan untuk saya kecup pipimya, real amazing.

Kendala tak berhenti saat pembukaan, pasca melahirkan plasenta/ari-ari, tiba-tiba bidan bilang saya mengalami pendarahan postpartum karena rahim yang lemah berkontraksi pasca-mengeluarkan si dedek. Duh gusti apalagi ini, saya pun hanya pasrah dan berdoa dan mempercayakan penanganan pada mereka. Bidan bilang saya diminta stay di ruang bersalin dulu untuk observasi apakah masih pendarahan hebat atau sudah berkurang.

Alhamdulillah pendarahan tak lagi mengalir banyak seperti sebelumnya hingga tak perlu transfusi darah, dan setelah dua jam saya diperbolehkan masuk ke ruang perawatan. Si ayah pulang menanam ari-ari dan saya ditemani oleh neng yang datang pasca-melahirkan. Rasanya lega sekali saya bisa melaluinya. Sampai2 bidan bilang, "wah ibu ki sabar tenan je, kalo yang lain mungkin dah minta di-cesar". Saya hanya bisa tersenyum.



Nih dia lil' attar new born

Tidak ada komentar:

Posting Komentar