Senin, 11 Juli 2011

bahkan surga di tangan laki-laki


“Poligami bukan ibadah murni, kayak makan saja” (Quraish Shihab)

Salah satu trend yang banyak terjadi di sekitar kita saat ini ialah poligami. Tiap kali mendengar sesorang yang dipoligami, entah mengapa hati ini ikut terluka. Mencoba membayangkan seandainya saya jadi dia, tentu sakit dan pahit rasanya. Maka dari dulu saya berprinsip, never to poligami apapun alasannya, hanya sekadar apologize. Bukan lantaran latah, saya berprinsip, but i’m just human being also, bukan seperti perempuan yang hidup di jaman nabi.

Namun apa yang terjadi acapkali tidak sesederhana itu. Karena dalam menginterpretasi ayat-ayat Al Quran banyak yang berpandangan bahwa tidak semua laki-laki bisa melakukannya. Hanya “orang-orang dengan maqam tertentu ” saja yang boleh. Kyai, ulama biasanya dianggap yang paling berhak, tapi amat disayangkan mereka ini -kebanyakan para laki-laki- yang masih bias gender (seringkali karena mengacu pada pandangan kyai di masa lalu yang juga bias gender).

Artinya ‘pilihan bebas’ bagi perempuan kerap tidak sepenuhnya ada. Katakanlah begini. Bercerai itu halal dalam islam, tapi arasy Tuhan terguncang karenanya. Tapi bila kamu mau dipoligami maka surga imbalannya. Kalau kamu mau dipoligami, kamu akan menggapai cinta Illahi. Hayo kamu, perempuan, mau pilih yang mana?

Poligini kerap dianggap sebagai jalan keluar terbaik bagi persoalan umat dengan argumentasi :
1.Untuk melindungi perempuan status lajang dan janda agar tak terjerumus dalam pelacuran
2. Jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, jadi daripada ada perempuan yang tidak menikah, maka laki-laki beristri lebih dari satu

Buat saya, jawaban untuk alasan2 yang sering dipakai laki2 yang berpoligami itu adalah :

1. Saya mengutip Nasaruddin Umar (yang pernah saya baca di Jurnal Perempuan), poligami dan upaya mencegah pelacuran tidak berbanding lurus.
Akar masalah pelacuran adalah kemiskinan, kebodohan, dan kurangnya lapangan kerja. Saya memang belum punya riset secara ilmiah. Tapi kenyataannya, seberapa sering sih kita mendengar lelaki mengambil istri kedua dan ketiganya dari kalangan pekerja seks komersial?

2. Saya pernah baca dari sebuah artikel talkshow tentang Poligami bahwa data dari BPS menunjukkan jumlah perempuan dan laki-laki sebetulnya masih seimbang. Jumlah perempuan bisa lebih banyak juga disebabkan usia hidup perempuan lebih panjang daripada laki-laki. Artinya para lelaki maukah mengambil istri kedua, ketiga dan keempatnya janda-janda tua beranak banyak? Aa’ Gym menikahi janda, tapi toh muda dan cantik.

Sebagian orang memperdebatkan masalah keadilan. Ada yang menganggap bila para istri itu merasa diperlakukan adil, kenapa kita harus meributkannya? Tapi menyakiti hati istri pertamanya, dosa juga kan? -persoalan pilihan dosa personal (kita dengan Tuhan) atau dosa sosial (sesama manusia). Saya rasa, seandainya dibolehkan secara norma (baik agama dan sosial), ada banyak perempuan yang membutuhkan lebih dari seorang laki-laki

Belum lagi banyak perempuan yang dipoligami merasa nyaman dan tidak tersakiti, betulkah? Bukankah segala sesuatu menjadi terasa ‘baik-baik saja’ bila kita sudah terbiasa dengan hal itu, benarkan? Hegemoni!

Masih ada lagi yang mengganggu pikiran saya, kalau tak salah tema ini pernah diangkat dalam diskusi GI di Hall Rektorat. Saat itu kita membahas beberapa klausul dalam UU Perkawinan yang bias gender. Misalnya saja dalam UU perkawinan, laki-laki boleh menikah lagi kalau istrinya cacat atau tidak bisa memberikan keturunan. Kok mudah sekali ya, seakan tujuan pernikahan hanya persoalan keturunan. Bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya? Si istri masih mencintai suaminya yang mandul, sekaligus ingin mengalami melahirkan?

Untuk fragmen ini, saya pernah ngobrol singkat dengan suami saya. Ia menuturkan akar historis tentang Islam Tauhid dan Islam Legal Formal. Menurutnya, dalam konteks poligami, penyelesaianya ada di Islam Legal Formal, itulah mengapa banyak orang yang menginginkan dan menyetujui poligami, karena hal itu dibolehkan dan tertuang di Al-Qur’an. Dia berpendapat, jika keilmuan Islamnya sudah sampai pada derajat tauhid, akan berpikir ulang melakukan hal yang remeh temeh itu.

Yang saya sayangkan di sini, begitu banyak laki-laki yang berprofesi sebagai ulama menggunakan iming-iming surga dan cinta Ilahi. Mereka menggunakan otoritas keagamaan untuk memenuhi keinginan mereka.

Begitulah, surga para perempuan (solehah) ternyata ada di tangan laki-laki. Ya, laki-laki yang hendak berpoligami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar