Senin, 21 November 2011

kekalahan yang menyesakkan


“Luka kemarin belum sembuh, namun air garam telah menambahkan lagi” Mungkin seperti itu ungkapan yang tepat untuk mengatakan perasaan saya saat meilhat drama pinalti yang berhasil dimenangkan oleh Hraimau Malaya. Bayangkan skor 4-3 telah mengubah segalanya. Mengubah harapan-harapan tim Garuda Muda dan tentu saja pendukung setia mereka.

Masih teringat dengan jelas saat perebutan piala bergengsi AFF akhir tahun lalu saat Malaysia membekuk Timnas Senior Indonesia. Sungguh, sangatlah wajar jika publik Indonesia meletakkan segala harapan bagi kemenangan skuad garuda muda di kancah Sea Games. Mungkin, banyak yang bilang ajang balas dendam, karena betapa pun kita serumpun selalu tak pernah bisa sejalan jika bicara soal sepakbola.

Inilah antiklimaks kedua, saat pertandingan awal Indonesia mampu menundukkan semua lawannya kecuali Malaysia di babak penyisihan, tapi semngat mereka luar biasa saat merebut tiket final dari tangan Vietnam. Gol pertama dari pemain belakang Gunawan Dwi Cahyo, melalui sepak pojok Octo Maniani agaknya sangat menghibur di awal-awal permainan yang diprediksi sangat menegangkan.

Tapi itu belum menentukan kawan, waktu masih bergulir panjang, dan tim lawan juga sedang beradaptasi, gol balasan pun segera bersarang di jaring si jangkung Kurniawan Meiga oleh Omar. Kesempatan-kesempatan bola menyerang selalu bisa diatasi oleh kiper lawan, bahkan sampai offside berkali-kali. Sampai saya sempat teriak kegirangan ternyata offside.

Sampai peluit panjang ditiup tanda permainan usai, kedudukan pun masih 1-1, perpanjangan waktu 2 kali 15 menit pun tak memberikan hasil yang menggembirakan bagi garuda muda. Satu per satu dari mereka tampak mulai kelelahan, bukan hanya fisik tapi juga psikis. Yang dikhawatirkan terjadi, suguhan pinalti tak bsia dielakkan. Saya sempat berpikir, wah kalau pinalti berat bagi Indoesia menghadapi kiper Malaysia yang merupakan kiper terbaik Asia Tenggara. Dan benar saja Dewi Fortuna enggan hinggap di Garuda Muda.

Sudahlah, mau misuh juga percuma, bola sudah terlanjur menggelinding di tangan sang Kapten tim Malaysia, Badrol Bachtiar yang menandai jatuhnya medali emas di tangan mereka. Mau menyalahkan Ferdinand Sinaga yang tak mampu mengeksekusi bola dengan tepat, padahal ia algojo penentuan juga rasanya gak tega melihat penampilannya yang rada gemeter, mau mengritik coach Rahmat Darmawan yang mengatur pemain2 di drama pinalti tidak sesuai harapan juga ga asyik. Lha wong dia dah bekerja ekstra mengantarkan Garuda Muda ke babak final.

Kembali teringat kata-kata pemain timnas senior Bambang Pamungkas di website resminya. Football is an unpredictable thing.. Some results will make you shock, but that’s the thing that makes it passionate, the mystery in it”. Honestly, apologi ini terus terang belum bisa menghilangkan rasa sesak saya.

Medali emas sepakbola memang cuma satu nomor di ajang Sea Games, tapi satu juga yang paling ditunggu2 oleh jutaan publik Indonesia. IMHO, meski Indonesia berhasil menang dalam peraihan pundi-pundi medali emas, tak lengkap rasanya jika sepakbola hanya jadi yang kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar