Rabu, 19 November 2008

Ngomongin Sekolah yang Asal British


Ketertinggalan di berbagai bidang di era globalisasi dibandingkan negara-negara tetangga rupanya menyebabkan pemerintah terdorong untuk memacu diri untuk memiliki standar internasional. Sektor pendidikan termasuk yang didorong berstandar internasional. Dorongan itu bahkan dicantumkan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 50 ayat (3) yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”


Berbekal keinginan kuat dan ayat itu maka Depdiknas segera mengeluarkan program Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang proyek rintisannya saja telah menyertakan ratusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di hampir semua Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dengan mengeluarkan dana ratusan milyar. Ini proyek prestisius karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30 %, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%.


Sampai bulan April lalu sebanyak 200 sekolah menengah atas (SMA) telah dirintis menjadi SBI. Penyelenggaraan rintisan SMA bertaraf internasional ini dimaksudkan untuk mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia agar mampu bersaing secara internasional. Ditargetkan, sebanyak lebih dari 500 sekolah bertaraf internasional akan tersebar di seluruh Indonesia.


Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama tiga tahun dalam masa rintisan tersebut. Siapa saja yang nantinya akan masuk ke sekolah SBI ini? Siswa yang bisa masuk ke sekolah tersebut, adalah mereka yang dianggap sebagai bibit-bibit unggul yang telah diseleksi ketat dan yang akan diperlakukan secara khusus. Jumlah siswa di kelas akan dibatasi antara 24-30 per kelas. Kegiatan belajar mengajarnya akan menggunakan bilingual. Karenanya, siswa kelas khusus ini diberi fasilitas belajar tambahan berupa komputer dengan sambungan internet.


Tapi apakah SBI ini akan membuat kita bisa mengejar ketertinggalan dibandingkan negara-negara lain? Tunggu dulu. Jika kita cermati ternyata program SBI ini mengandung banyak kekurangan mencolok. Alih-alih menghasilkan kualitas bertaraf internasional kualitas pendidikan kita justru akan terjun bebas. Mengapa? Ada beberapa kelemahan mendasar dari program SBI ini.


Pertama, program ini nampaknya tidak didahului dengan riset yang mendalam dan konsepnya lemah. Tidak jelas apa yang diperkuat, diperkaya, dikembangkan, diperdalam, dan lain-lain tersebut. Jika konsep ini secara jelas menyatakan mengadopsi atau mengadaptasi standar pendidikan internasional seperti Cambridge atau International Baccalaureate (IB) seperti apa model kurikulumnya nanti. Kedua penyusun konsep SBI nampaknya belum memahami bahwa tidak semua orang (terutama guru PNS!) bisa ‘dijadikan’ fasih berbahasa Inggris (apalagi mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris.


Ketiga Sekolah-sekolah yang mengadopsi atau berkiblat pada standar internasional seperti Cambridge atau IB adalah sekolah-sekolah yang memang dirancang untuk mempersiapkan siswa-siswa mereka agar dapat melanjutkan ke luar negeri. Dengan sistem kurikulum tersebut siswa mereka memang dipersiapkan untuk dapat belajar di luar negeri. Mereka bahkan tidak perlu mengikuti Ujian Nasional karena mereka memang tidak berencana untuk meneruskan pendidikan mereka di universitas di Indonesia. Nah, dengan demikian, seperti apa gambaran masa depan SBI dan apa yang hendak dituju?(*)

1 komentar:

  1. Saya sependapat dengan mbak..
    Saya juga lebih menyoalkan tentang konsep dan ke mana arah output dari siswa tersebut?Kalo boleh dibahasakan disingkat, diknas secara tidak langsung melakukan copy-paste alias asal jiplak dengan adanya sekolah taraf internasional.Itulah kenapa mungkin mbak menaruh judul 'Ngomongin sekolah yang asal british'.
    Salah satu kegamangan pemerintah yang menurut saya cukup bisa dijadikan alasan, adalah tentang pentapan nilai standar kelulusan dalam beberapa tahun terakhir ini berubah rubah.
    Dari sana saya berasumsi, apakah mereka juga menerapkan hal yang sama pada sekolah bertaraf internasional ini dikemudian hari??

    BalasHapus