Senin, 07 Desember 2009
Bukan Sekadar Guru
Mengajar dan mendidik. Demikian tugas utama seorang guru yang selama ini ada dalam benak kita. Tapi kemudian, tak urung kita pun menambah beragam atribut yang tepat pada seorang guru. Menjadi lebih dari sekadar guru.
Mungkin nama-nama guru di bawah ini bisa menambah panjang deretan guru yang ada dalam benak kita semua. Semoga.
1. Frederik Sitau’ (Guru di SD Poepe, Merauke)
Sekolah yang menjadi tempat mengajarnya terletak jauh di pedalaman Papua. Tepatnya di kampung Poepe, Desa Welputi, Kabupaten Merauke. Frederik sudah mengajar selama 16 tahun. Hingga tahun 2007 ini, satu-satunya akses menuju ke sana dari Merauke adalah dengan motor selama delapan jam – melewati jalan setapak di hutan yang hanya bisa dilewati jika cuaca tidak hujan – sampai ke Distrik Okaba. Dua kali sepeda motor mesti dinaikkan perahu untuk menyeberang Sungai Kumbe dan Sungai Bian. Dari Okaba, perjalanan dilanjutkan menggunakan sepeda motor selama tiga jam, di tambah dua jam mendayung.
2. Sulistyana, S.Pd (Guru Matematika SMPN 1 Wonosari)
Matematika seringkali dijadikan momok bagi para siswa. Mereka beranggapan bahwa Matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak mudah dimengerti. Namun, peraih juara 1 Guru Berprestasi tingkat Provinsi DIY tahun 2006 ini coba memupus momok itu. Caranya, mengajar siswa dengan menanamkan kemampuan diskusi untuk memecahkan sebuah permasalahan dan memberikan tugas yang menantang. Selain itu, pada materi-materi tertentu, ia sering mengajak siswa untuk belajar di luar kelas untuk mempraktikkan apa yang sudah diperolehnya di dalam kelas dan diterapkan di luar kelas.
3. Hadjir Digdodarmodjo (Guru Membatik)
Bapak yang telah menginjak usia 77 tahun ini ialah guru tunggal di ”Intensive Batik Course” di kawasan Taman, Yogyakarta. Rumahnya berada di tengah-tengah kampung perajin batik tulis yang berdekatan dengan pasar tradisional Ngasem. Di kotanya sendiri, namanya kurang dikenal. Masih banyak orang Yogyakarta yang belum mengetahui bahwa ada salah seorang warga Yogyakarta yang telah berhasil melestarikan batik hingga ke negara-negara di seluruh dunia.
4. Martanti Endah Lestari (Guru di sekolah alternatif)
Peraih pemuda pelopor bidang pendidikan ini menjalin kerja sama dengan SOS Desa Taruna Indonesia dengan membangun tujuh balai anak di beberapa desa, membuat jejaring 30 komunitas pendampingan anak, mengadakan sekolah terbuka alternatif, mengelola rumah berkarya dan perpustakaan keliling. Kegiatan ini, ia lakukan di luar sekolah mereka, dengan mengerahkan 40 relawan yang terjun mendampingi anak-anak untuk belajar hal-hal di luar kurikulum sekolah mereka, misalnya: teater, menyanyi, melukis, musik, menulis, fotografi, kerajinan tangan, pertukangan, pertanian, perikanan, peternakan, dan lain-lain.
5. Mahmud (Kepala Sekolah sekaligus Pemulung)
Alasan mengapa ia memulung lantaran dipicu oleh kebutuhan rumah tangga yang mulai merangkak naik ketika anak-anak masuk sekolah. Awalnya berbagai usaha pun dilakoninya, mulai dari beternak, berkebun sampai sekarang ini memulung. Selama ini, menurut Mahmud, citra pemulung di mata masyarakat memang kurang baik. Tapi Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Safinatul Husna di kawasan Pangadengan, Kalideres, Jakarta Barat ini mengaku tak rikuh dengan pekerjaan sampingannya.
6. Drs Parman (Guru di SD N Gunung Agung, Kulonprogo)
Di pegunungan yang berbatasan dengan Provinsi DIY dan Jawa tengah, ternyata masih ada daerah yang sangat terpencil dan jauh dari akses perkotaan yang segalanya mudah didapat, Parman mengawali kariernya menjadi seorang guru. Parman dan dua guru seperjuanganya serta warga sekitar melakukan babat alas sekaligus menyiapkan sarana prasarana yang sekiranya mutlak dibutuhkan. Dimulai dengan membuat meja, kursi, papan tulis, dan sebagainya. Setelah menginjak 1,5 tahun kemudian barulah ada campur tangan dari pemerintah dalam bentuk bantuan memberikan kursi.
7. Ciptono, S.Pd (Guru anak berkebutuhan khusus)
Kecintaan dan ketertarikan Ciptono, S.Pd pada kegiatan sosial telah mengantarkan bapak asal Susukan, Kabupaten Semarang ini dikenal sebagai orang yang sangat all out untuk anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya dengan mendirikan SLB. Tak kalah pula dengan semangatnya mendorong rasa percaya diri anak untuk mengembangkan potensi mereka. Sebut saja ada Andi Wibowo, Bambang Purwanto, Gigih Prakoso, dan Kharisma Rizki Pradana.
8. Delfina (Guru di kolong jembatan)
Delfi mengajar di tempat seadanya di ruas Gang Papanggo (kolong jembatan Tanjung Priuk) dengan media belajar yang juga sangat terbatas selama 10 tahun. Salah satu hal yang membuatnya semakin bersemangat ialah bahwa Delfi mengajar bukan sekadar simbol, tetapi dia benar-benar ingin mengajar dengan hati.
9. Dra. Winarsih (Guru di di SMA N 3 Yk)
Winarsih memilih mengajar dan menulis karena kedua profesi yang digelutinya itu sama pentingnya. Selain itu, profesi guru dan penulis dirasakannya mempunyai hubungan strategis dari segi psikologis. Winarsih memberi contoh yang nyata pada siswanya. Winarsih menulis berdasarkan hasil dari kegiatan membaca dan pengalaman kehidupan sehari-hari yang dijalaninya sebagai seorang guru dan warga masyarakat. Winarsih sudah menelurkan puluahan karya, diantaranya pernah mendapat penghargaan dari bukunya yang berjudul Cerita dari Taman Bunga” Juara II Nasional Sayembara Penulisan Naskah Bacaan SD Kelas Rendah, Direktorat Pembinaan TK dan SD Ditjen Mendiknasmen Depdiknas.
10. Martinah (Guru SD Wonolegi, GK)
Sejak tahun 1991 hingga sekarang, setiap harinya Martinah menempuh jarak sekitar 50 km. Berangkat dari dusun Bajang, desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul pada pukul 05.30 WIB, menuju SD Wonolegi (terletak di tengah Sungai Oyo) dengan menggunakan angkutan umum dan sampai rumah kembali sekitar pukul 15.00. Perjuangan Martinah dalam mengajar ternyata tidak sia-sia diundang oleh Mendiknas untuk menghadiri pemilihan guru berprestasi serta menerima penghargaan sebagai guru Sekolah Dasar berdedikasi di daerah khusus atau terpencil.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Apapun profesinya, selalu ada jalan untuk menjadi berguna bagi bangsa dan negara.
BalasHapus