
Suatu sore, saat hujan mulai turun di pelataran sekip. Mataku tertumbu pada tulisan status di beranda fbku. Milik seorang kawan, dia sedang memikirkan “mungkin ini rezekiku”.
Ingatanku seketika melayang waktu pertama kita kenalan tepat tanggal 4 April 2008. Yah saat itu kamu sudah lebih dulu menjadi Reporter Majalah Jogja Education, sebuah majalah baru bergenre pendidikan. Kita sama sekali belum mengerti arah pekerjaan seperti apa, meski sejumput pengalaman pernah kureguk.
Saat itu kamu begitu antusias, tenggelam pada aktivitas dan ritme pekerjaan yang menuntutmu untuk mengetahui segala informasi perihal kegiatan pendidikan di Jogja. Aku hanya tersenyum waktu kali pertama kamu memperlihatkan karyamu, sebuah surat pengantar liputan yang kau tulis panjaaang sekali. Pelan-pelan coba aku koreksi, padahal dalam hal administrasi profesional aku juga pemula. Kamu hanya tertawa-tawa waktu itu.
Tak lama kemudian, kita dilibatkan liputan bareng. Tentang seorang perempuan yang berhasil memberdayakan wilayahnya melalui koperasi dan membuat berbagai kegiatan-kegiatan yang membangun baik dari segi aktualisasi maupun taraf ekonomi. Yah saat itu kentara sekali kalau kita masih belum saling mengisi, masih ‘berebut’ pertanyaan dari narasumber.
Berlanjut ke saat aku disodorkan sebuah naskah yang kamu tulis berhari-hari karena kamu tidak percaya diri dengan liputan empat halaman, cukup lama aku meyakinkan, sampai aku bilang, oke nanti pasti aku bantu di angle berbeda. Kamu tersenyum dan merasa lega. Aku apresiasi usaha perdana, sebuah tulisan dari seorang remaja yang baru saja menanggalkan seragam putih abu-abunya. Bagi remaja seusianya bukan hal mudah untuk reportase terlebih menuangkan dalam sebuah berita .
Hari berganti hari, bulan berganti bulan kita semakin kompak dalam pekerjaan. Kamu tak pernah sungkan bertanya dan mencari tahu banyak hal meski secara posisi berbeda. Namanya sebuah hubungan pekerjaan tentu tak luput dengan yang namanya gesekan-gesekan, salah paham dan semacamnya. Aku pernah dibuat pusing dan berpikir berhari-hari, bahkan juga pernah tersinggung. Tapi aku mencoba professional dan membicarakan semua salah paham yang ada dengan baik-baik. Kamu cuma bilang, yow is mba aku yo rap o po kok.
Beruntung yah memasuki bulan-bulan selanjutnya tugas kita makin ringan dengan kehadiran koordinator liputan (akan ada tulisan sendiri buatmu) dan rekan-rekan kontributor yang turut mendukung penerbitan majalah setiap bulannya. Meski itu tak bertahan lama karena akhirnya kagi-lagi kita tinggal berdua. Kita coba saling menguatkan posisi satu sama lain, meski para personil berganti kita justru jadi terlihat makin kompak. Tak jarang banyak yang bilang kalau kita ini karyawan yang paling kritis dan berani hehe.
Tak hanya persekawanan di kantor saja kita kompak, di luar itu saat kita hangout bareng teman-teman satu kantor, mulai di gubug café, buka puasa bersama di tamsis, makan bakso pak tikno, perpisahan di warung makan pinggir kali dekat dengan rumahmu. Sampai pernah juga kita tukar-tukaran kado saat valentine di kantor. Saat itu kamu terlihat yang paling tidak siap karena hadiah baru kamu beli di jalan sebelum di kantor.
Lebih dari itu kamu juga mulai percaya padaku saat kamu bercerita ihwal persoalan-persoalan pribadi, mulai dari teman dekat, pacar, minat, keinginan punya laptop dan keluarga. Dan pada suatu kesempatan kamu juga mengenalkan aku pada pacarmu. Bahkan kamu banyak membantuku saat persiapan pernikahan dengan menjadi fotografer sesi photo pre wed.
Tapi dalam hitungan hari, semua berubah ya ndri saat aku memutuskan untuk resign dari JE tercinta, tempat kita dibesarkan, dan kita juga yang menjadi bidan kelahirannya. Berselang hari kemudian karena alas an prinsip kamu pun menuruti jejaku. “ Dengan atau tanpa pekerjaan pengganti aku tetap akan keluar mba,” katamu optimis.
Sungguh itulah yang kukagumi darimu, sifat optimisme dan tak kenal menyerah. Semangat itulah yang selalu aku sematkan dalam perjalananku setelah dari JE. Kita memang masih beberapa kali ketemu Ndri, saat ke JE, saat kamu mampir ke kost untuk meminjam tape recorder karena ada kerjaan.
Tapi komunikasi tetap menemukan caranya sendri, nomor handphonemu susah dihubungi dan jarang pula dibalas. Tapi aku mengerti karena kondisimu tak lagi seperti dulu, kamu punya banyak tanggung jawab yang harus kamu jalani. Pasca dari JE kita mulai menempuh jalan masing-masing bukan?
Yang membuat aku surprise adalah, saat pulang kerja kutemukan ada bungkusan Koran yang ternyata isinya adalah figura poto besar, aku sampai ga tau berapa ukurannya pokoknya besar. Di bingkai itu berisi salah satu foto pre wed pernikahanku dengan masku. Lengkap dengan ucapan dan puisi selamat menempuh hidup baru. Oh dengan kondisimu sekarang mengapa kamu masih merepotkan memberi kami hadiah begini. Aku jadi makin terharu.
Mungkin tulisan ini terkesan cengeng dan melankolia. Tapi melalui tulisan ini aku berharap bisa mewakili rasa terima kasih padamu, atas semua pelajaran, hari-hari selama kita kerja dalam satu atap dan karena aku menganggapmu teman sekaligus adik.
Setelah aku baca status barumu hari ini, semoga apapun pekerjaan yang kamu jalani nantinya akan jadi yang terbaik buatmu. Sungguh aku turut bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar