Kamis, 29 Juli 2010

membangun kota impian


Hiruk pikuk obrolan melalui jejaring sosial ataupun berita dari layar gelas tentang rencana jangka panjang ibukota negara tercinta yang akan dipindahkan, cukup menggelitik saya. Hmm kemudian saya teringat obrolan singkat dengan suami saat nonton tv bareng.

"Mungkinkah Indonesia bisa membangun kota impian, yang berfungsi sebagai kota pemerintahan, tapi tetap mempunya nilai-nilai heritage dan simbol, yah layaknya di Washington DC, Ibukota AS," ujarnya.

Ya, negara kita memang telah mengalami beberapa kali perpindahan Ibu Kota, Ibukota Indonesia saat ini adalah Jakarta. Namun, dalam sejarah, ibukota Indonesia pernah pindah ke Yogyakarta (4 Januari 1946 - 27 Desember 1949) dan Bukit Tinggi (22 Desember 1948). Setelah perpindahan yang disebabkan karena situasi dan kondisi saat itu, ibu kota negara kita sampai sekarang tetap berada di Jakarta. Entah mengapa tetap pertahankan.

Padahal Jakarta merupakan salah satu ibu kota negara yang terpadat penduduknya, dengan luas kurang lebih hanya 660 km2 dan dihuni kurang lebih 8,5 juta s/d 11 juta jiwa. Rasio penduduknya mencapai 12.738 orang per kilo meter persegi. Bayangkan luar biasa padatnya, belum lagi ditambah kemudahan penduduknya memiliki kendaraan pribadi, uang muka ringan dan bisa dicicil. Tak heran ditemukan 1 mobil satu orang.

Jakarta merupakan pusat keuangan, politik, bisnis, pendidikan, industri dan sekaligus pariwisata. Sehingga menjadi tujuan banyak orang dari daerah lain untuk mengadu nasib di Jakarta. Yang berhasil di Jakarta akan menjadi inspirasi bagi tetangga atau temannya untuk mengadu nasib di Jakarta pula sehingga dari tahun ke tahun penduduk Jakarta sangat pesat peningkatannya. Hampir semua suku yang ada di Indonesia bisa ditemui di Jakarta.

Banyak yang menyarankan bagaimana jika ibukota pindah ke Sentul atau Jonggol, tapi rasanya sama saja karena masih bisa diakses dengan mudah, dan tentu saja menimbulkan kemacetan. Harusnya seperti Brazil yang memindahkan ibukotanya begitu jauh dari Rio de Janeiro ke Brasilia, atau Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin. Atau contoh lebih dekat, Kalimantan Timur yang memisahkan induk kotanya, Samarinda (ibukota) sebagai kota pemerintahan pendidikan, sementara Balikpapan sebagai sentra industri dan perdagangan.

Mengingat banyaknya risiko apabila Jakarta tetap dipertahankan sebagai pusat industri dan pemerintahan, untuk itu diperlukan penyebaran pusat kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Seperti misalnya: macet, potensi banjir, penyakit saluran pernafasan, tingkat kriminalitas tinggi, stress, tidak meratanya pembangunan dan lain-lain.

Sebagai contoh, di AS pusat pemerintahan ada di Washington DC yang jumlah penduduknya hanya 563 ribu jiwa. Sementara pusat bisnis ada di New York dengan populasi 8,1 juta. Pusat kebudayaan ada di Los Angeles dengan populasi 3,9 juta. Pusat Industri otomotif ada di Detroit dengan jumlah penduduk 911.000 jiwa.

Nah, gimana kalau ibukota Indonesia sekalian pindah yang jauh, lintas pulau. Kalimantan misalnya. Mengapa Kalimantan, yang jelas jumlah penduduk relatif lebih sedikit dibanding Jawa, Sumatra bahkan Sulawesi. Coba simak, Kalimantan luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Belum lagi di Kalimantan tidak terdapat gunung api dan merupakan pulau teraman dari gempa. Sementara di pesisir Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa, ombaknya lebih tenang dan save dari potensi Tsunami.

Saya mencoba optimis jika, ibukota pindah ke Kalimantan akan memberi warna baru pada sejarah Indonesia, memang membtuhkan anggaran yang tak sedikit dan tentu kerelaan pemerintah pusat serta daerah untuk pindah dan bermukim di sana. Tapi langkah tersebut merupakan investasi jangka panjang, yang nantinya bisa dirasakan oleh anak cucu kita.

Seperti kelanjutan kalimat masku di atas: "Nanti kita akan membangun jalan-jalan lebar yang bebas hambatan dan kebisingan karena ibukota hanya menjadi pusat pemerintahan, bukan industri dan bisnis"

Tidak hanya itu, suatu saat kota impian itu akan menjadi hunian yang didambkan banyak orang karena bukan hanya nyaman untuk bekerja tapi juga relatif lebih aman. Pusat keseninan dan kebudayaan bisa lebih dikembangkan, ramah lingkungan, tersedia taman kota yang asri dan jalur khusus pejalan kaki maupun pengendara sepeda, jalinan antara pejabat dan rakyatnya benar-benar terbangun.

Ah indahnya, semoga mimpi ini bisa jadi kenyataan.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar