
“Setelah melampaui mitos kecantikan, perempuan tetap akan disalahkan karena penampilan mereka. Perempuan akan disalahkan oleh siapa saja yang merasa perlu untuk menyalahkan mereka. Perempuan “cantik” tidak menang di atas mitos kecantikan” (Naomi Wolf)
Kontrol sosial baru itu bernama mitos kecantikan, sebuah obsesi tentang kecantikan fisik yang memenjarakan perempuan modern dalam lingkaran harapan, kesadaran diri dan kebencian diri yang tak berujung ketika ia berusaha mengisi definisi masyarakat tentang “kecantikan sempurna” yang tak mungkin diwujudkan, meski melalui kontes putri2an sejagat.
Sebagaimana dikatakan Cohen, ”Dalam kontes kecantikan yang lebih ditonjolkan adalah penampilan feminin seseorang (individu), kecantikan, dan kompetisi itu sendiri"
Banyak kaum perempuan masa kini terjebak dengan mitos kecantikan. Mereka terobsesi dengan iklan, tayangan sinetron dan ajang kontes kecantikan, seakan-akan konsep kecantikan telah ditetapkan standarnya oleh media.
Sehingga bisa kita lihat dampaknya dapat diketahui, perempuan rela berlama-lama di salon demi mendapatkan kulit putih mulus, kaki tanpa bulu dan yang lebih mengerikan akibatnya perempuan bisa terkena anoreksia.
Kita tentu tahu, berapa banyak artis kita yang melakukan suntik silikon untuk payudara tanpa tahu bahaya dari suntik silikon tersebut. Hal ini merupakan bentuk budaya pop yang sangat berpengaruh dengan membuat kecemasan kaum perempuan akan bentuk payudara yang mulai mengendur. Sekarang bukan hanya artis, perempuan awam lainnya mulai membanjiri sudut2 klinik kecantikan.
Mitos kecantikan tak hanya dipopulerkan lewat media, tetapi juga disisipkan lewat religiusitas. Tatanan masyarakat menggunakan religiusitas untuk mengontrol tubuh perempuan dan tidak mendukung keterlibatan perempuan dalam dunia publik yang sekular. Di samping itu bahasa-bahasa religius sering digunakan dalam buku-buku tentang diet dan perempuan.
Bahkan, agama patriarkal telah berhasil mengontrol seksualitas kaum perempuan dengan berbagai macam mitos-mitos seputar seksualitas perempuan, seperti mengukuhkan pentingnya keperawanan bagi kaum perempuan, menyembunyikan/menghilangkan sumber kenikmatan seksual perempuan, misalnya sunat perempuan, sehingga kaum perempuan tidak bisa menikmati seks dengan sempurna. Seksualitas perempuan didefinisikan dan dikonstruksikan menjadi sesuatu yang negatif; moralitas pun kerap diukur dari tubuh dan seksualitas perempuan.
Hmm, kalau menurut saya, perempuan just be your self, ga masalah bagaimana kita memanjakan diri kita, asalkan tidak latah karena pengaruh media atau apapun. Karena yang paling penting ialah kita nyaman dengan apa yang kita punya. Efeknya tak hanya cantik tapi juga menarik, karena kecantikan akan lahir dari dalam :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar