Pernah mendengar pepatah lawas Jawa yang berbunyi: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku? Di
masyarakat Jawa sendiri pepatah itu terdengar begitu akrab dan bahkan secara
tidak langsung menjadi bagian tak terpisahkan bagi kehidupan masyarakat Jawa
pada umumnya.
Bahwa ketika
sesorang memiliki ilmu maka sudah jalannya untuk berlaku sesuai ilmu yang
dimiliki dan ketika sudah sampai pada tahap melakukan maka selanjutnya adalah
berbagi dengan orang lain.
Membincang
ilmu sendiri, tentu ilmu yang dimaksud di sini tidak melulu ilmu yang hanya
kita dapat di bangku pendidikan formal, karena jika hanya berpijak pada
pendidikan formal maka ilmu yang di dapat bersumber dari satu sisi saja.
Sementara
ilmu adalah segala hal yang kita dapatkan dan kita lakukan, dari mana pun
muaranya. Meminjam ungkapan Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara: Alam menjadi
guru yang mengajar manusia dan kemanusiaan menjadi buku bacaan. Sedangkan
kehidupan adalah sekolah sehari-hari.
Dalam proses kehidupan kadang kita sudah nyaman dengan
hanya satu bidang ilmu namun jalan tak karib dengan kita sehingga kita pada
akhirnya memilih jalan lain, yang tanpa kita sadari jalan hidup yang telah
membuat kita nyaman. Yang kelak tak bisa kita lepaskan
karena sudah terlanjur mecintai.
Seperti halnya yang sedang saya alami, manakala jurusan pendidikan
formal saya adalah ilmu pendidikan namun proses yang saya jalani melenceng dari
harapan ketika saya memutuskan untuk masuk dalam dunia pendidikan. Proses yang
saya jalani sesaat setelah saya masuk ke jurusan pendidikan justru membawa saya
lebih meminati bidang penulisan.
Saya tetiba menemukan bahwa
passion dan soul saya adalah
menulis, saya mulai mencintai dan perlahan menegasikan kenyataan bahwa saya
punya gelar pendidikan. Sampai pada muaranya saya masuk ke dunia kerja yang
karib dengan tulis-menulis yaitu sebagai wartawan.
Jujur sebagai manusia biasa, saya pernah merasa percuma karena
dari awal tidak mengambil bidang tulis-menulis. Tapi lambat laun, proses
mengajarkan saya untuk berdamai dengan diri sendiri, hingga mencapai pada satu
titik, tak ada yang sia-sia dalam hidup ini semua pasti ada alasannya. Pun
dengan ilmu yang sedang saya jalani saat ini, sebagai penulis freelance.
Bukan hanya cerita saya, tetapi beberapa teman yang ternyata juga
mengalami jalan hidup tak jauh berbeda. Sebut saja teman saya A, dia memiliki
latar belakang farmasi tapi sekarang ia tengah nyaman dengan usahanya sebagai
pemilik online shop. Adapula seorang
kawan yang berlatar belakang insinyur tetapi sekarang menggeluti dunia baking
dan kerap merumuskan resep-resep yang banyak menjadi inspirasi orang lain.
Begitulah sejatinya ilmu mewujud tak selalu dengan apa yang pernah
kita dapat atau apa yang pernah kita dengar di bangku pendidikan formal,
namun juga dari semua pennjuru mata angin yang mengajarkan kita banyak hal
hingga akhirnya menuntun ke jalan yang membuat kita nyaman. Dan dengan kenyaman
itu kita bisa lebih semangat dalam berkarya.
Ilmu bukan apa yang kita baca, tapi apa yang kita lakukan, kita
rasakan, kita bandingkan, kita simpulkan. Justru pengayaan terletak dari jika
kita bisa membandingkan, bukan apa yang melulu kita baca lantas kita terpukau
untuk tergerak melakukan. Jadi bacaan itu sebagai pembanding dan pemerkaya atas
apa yang kita lakukan. Melakukan dulu baru membandingkan, hidup melakukan terus
menerus.
Seseorang itu adalah apa yang dilakukan, bukan apa yang diucapkan,
dipublishkan dan lain-lain. Kamu adalah apa yang kamu lakukan. Kamu
mendapatkan ilmu dari apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu baca, kamu
lihat, atau kamu gembar-gemborkan. Banyak orang dinilai pintar bicara namun
jika diminta melakukan sesuatu belum tentu bisa.Perilaku kita seolah
merepresentasikan apa-apa yang kita dapatkan.
Pepatah klasik di atas hingga kini menjadi bagian tak terpisahkan
dalam hidup saya. Saat semangat saya mulai surut, saat saya bernostalgia
membayangkan akan jadi apa kalau saya tidak memilih jalan yang sekarang ini
tengah berkelebatan.Saat itulah saya percaya bahwa apa yang saya jalani saat
ini adalah gambaran dari ilmu yang pernah saya dapatkan. #cka
Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar