Jumat, 19 September 2008
Kemiskinan Berwajah Perempuan
Kemiskinan dan perempuan merupakan kosa kata yang kerap memenuhi pemberitaan media di era globalisasi ini. Memang sulit dimungkiri, antara perempuan dan kemiskinan bagaikan suatu lingkaran yang saling terkait satu sama lain. Koneksi di antara keduanya pasti akan melahirkan hubungan yang memilukan. Kalau kita menghubungkan antara kemiskinan dan perempuan, maka yang akan menjadi obyek dan korban adalah perempuan.
Mengapa Perempuan? Di Indonesia, ada berbagai dimensi kemiskinan yang menimpa perempuan: akibat posisi tawar yang lemah di dalam masyarakat, kultur yang represif, miskin akibat bencana dan konflik, diskriminasi di ruang publik dan domestik, serta tidak pedulinya negara dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat guna mengentaskan perempuan dalam kemiskinan. Pada kenyataanya banyak praktik diskriminasi dilakukan terhadap perempuan.
Memang belum ada data statistik yang jelas berapa jumlah perempuan miskin. Tetapi angka-angka yang ada secara tidak langsung menunjuk pada kemiskinan yang dialami perempuan. Antara lain: tingginya angka kematian ibu di Indonesia; makin menurunnya anak perempuan yang mengikuti pendidikan formal di tingkat sekolah lanjutan; terpusatnya pekerja perempuan di sektor yang rendah pendidikan, rendah ketrampilan dan rendah upah. Kesemuanya secara tersendiri maupun bersama-sama menggambarkan bahwa kemiskinan masih melekat dan akrab dengan perempuan.
Implikasi Kenaikan BBM Terhadap Perempuan
Keputusan Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada awal Juni 2008, meskipun diiringi oleh persiapan skema bantuan langsung (BLT), tetap meresahkan masyarakat. Sebab, akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat miskin khususnya perempuan yang terkena dampak langsung. Kenaikan harga BBM dapat mengakomodir kemiskinan dan pemiskinan yang berkelanjutan bagi masyarakat miskin secara general dan kelompok perempuan secara khusus. Hingga kemudian rentan menciptakan situasi yang tidak kondusif dalam Rumah Tangga.
Penelantaran ekonomi dirasakan oleh perempuan secara langsung karena, 60% pengelola struktur pengeluaran rumah tangga adalah perempuan, maka dampak pemangkasan kebutuhan ekonomis langsung bersinggungan pada mereka. Kelompok perempuan sebagai pengelola Rumah Tangga, menerapkan ragam strategi untuk mengatasi keterbatasan ekonomi. Hingga akhirnya mendesak kaum perempuan untuk mencari kerja di luar negeri. Hal ini dipengaruhi oleh iming-iming peluang mendapatkan upah yang relatif tinggi serta desakan keluarga untuk memperbaiki kualitas hidup, yang kemudian semakin mendorong perempuan, dalam hal ini istri ataupun anak perempuan, untuk meninggalkan keluarganya guna bekerja sebagai buruh migran.
Situasi tersebut juga mampu memberi peluang untuk memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan, juga melempar perempuan kepada lapangan pekerjaan rentan, seperti menjadi buruh migran.
Jika ditelaah melalui data Komnas Perempuan selama lima tahun terakhir, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk kekerasan yang terbanyak dialami perempuan dari tahun ke tahun, dan bentuk yang paling sering ditangani oleh Pengadilan Agama adalah penelantaran ekonomi (61%).
Upaya Pemerintah
Bagaimana sebenarnya Pemerintah memandang kemiskinan perempuan, dan apa saja upaya yang sejatinya mulai dibenahi oleh Pemerintah? Pemberdayaan perempuan dalam rangka pengentasan kemiskinan perlu dilakukan, terutama pemberdayaan perempuan yang tersentuh langsung pada persoalan budget, karena kaum perempuan adalah manager dalam rumah tangga yang mengatur keuangan untuk berbagai keperluan. Menyadarkan perempuan untuk berpartisipasi dalam banyak hal. Partisipasi perempuan terwujud apabila memperoleh akses pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Perempuan mengatasi kemiskinan salah satunya dengan mencoba melakukan berbagai usaha secara mandiri. Selain juga ada yang menjadi buruh atau pekerja, akan tetapi banyak juga perempuan misalnya yang kemudian membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya. Dengan membuka usaha sendiri, apalagi jika usaha tersebut di lakukan di rumah, maka perempuan akan lebih leluasa mengatur pekerjaan rumah tangga yang biasanya juga dibebankan kepadanya.
Upaya tersebut sejatinya diiringi oleh kesiapan Pemerintah Indonesia yang perlu mengeluarkan kebijakan untuk memberlakukan perlindungan bagi perempuan, dalam kaitannya terhadap isu KDRT juga Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia sebagai Buruh Migran.Pemerintah tidak lagi menyelesaikan kasus Buruh Migran secara kasus per kasus, namun lebih komprehensif hingga dapat melindungi keberlanjutan hak buruh migran kedepan. Sementara dalam penanganan Kasus KDRT, Pemerintah perlu upaya sistematis untuk memberi rehabilitas ekonomi bagi perempuan pengelola rumah tangga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar