Senin, 19 Januari 2009

Pasar Malam Vs Sekaten

Beruntung Sabtu sore tidak hujan. Tampaknya cuaca sedang karib denganku. Saatnya plesir ke Alun-alun Utara. Meski masih dibuka tanggal 30 Januari-2 Maret 2009, tapi geliatnya sudah terasa. Varian permainan sudah didirikan dan jajaran barang-barang seperti tas, sepatu, pakaian sampai mainan juga telah siap ditawarkan pada pengunjung.

Berkeliling di pasar malam adalah satu hal yang menyenangkan buat saya, karena disitulah saya melihat berbagai lapisan masyarakat tumpah ruah jadi satu tanpa embel-embel. Semua larut dalam ‘kesukaannya’ masing-masing. Ada yang memilih nongkrong di motor sambil lihat-lihat, ada yang menikmati wahana permainan yang terdiri dari kincir angin atau bianglala, mandi bola, tong setan, ombak banyu, rumah hantu, pora-pora, istana balon, bogelo, kereta buaya, kereta mini, dan kuda putar, dan ada pula yang asyik berburu barang diskon. Harga tiket untuk wahana bermain "Diana Ria" dari Demak itu dipatok mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 10.000 untuk sekali jalan. Cukup terjangkau untuk hiburan yang ada sekali dalam setahun.

Saya pun tak mensia-siakan kesempatan yang cuma setahun sekali ini untuk naik wahana permainan ombak banyu. Sebuah permainan manual yang dijalankan oleh manusia, bukan mesin. Naik ombak tidak hanya merasakan perut yang mual atau kepala yang ikut pusing lantaran kita ikut berputar dan berayun seperti namanya ombak, tetapi juga kita ikut ngeri menyaksikan “operator” mengayun lingkaran besi yang jadi tempat duduk. Saya sempat berimajinsi gimana ya kalau abangnya lengah terus kena besi, saya pun bergidik.

Puas menikmati ombak, saya pun tertarik naik kincir angin atau bianglala tapi saya menyebutnya sangkar burung, karena memang mirip. Permainan ini tak kalah deg-deg-annya, apalagi kalau lagi berhenti diatas, wow yang ada hanya was-was gimana kalau tiba-tiba mesin berhenti. Beruntung saya sempat beli arum manis kesukaan jadi ga teralu tegang deh. Rasa manisnya bisa menenangkan saya.

Sekaten yang Tergerus Pasar Malam
Acara inti sekaten akan digelar pada 2-9 Maret 2009 dengan puncak kegiatan berupa keluarnya dua set gonso atau gamelan Keraton Yogyakarta yang ditempatkan dan dibunyikan di halaman Masjid Besar Kauman Yogyakarta.

Upacara Sekaten sebenarnya adalah semacam upacara pendahuluan yang diselenggarakan pada tanggal 5 hingga 12 Maulud (bulan ketiga Jawa) untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rangkaian akhir atau penutup dari upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah Grebeg Mulud.

Upacara itu sekilas nampak seperti pergelaran karawitan saja dengan menggunakan gamelan yang dinamakan Kyai Sekati. Gamelan terdiri dari dua perangkat yang bernama Kanjeng Kyai Guntur madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga( www.tasteofjogja.com ). Namun jika melihat dari sejarah awal mulanya maka upacara ini sarat dengan nuansa perjuangan dakwah Islam.
Pasar malam pada intinya adalah perayaan untuk menyambut upacara sekaten. Perayaan itu sendiri pada awalnya muncul karena semakin ramainya pengunjung upacara sekaten. Hal itu wajar mengingat jika ada sesuatu yang menarik maka banyak orang biasanya akan berkumpul untuk menyaksikan. Sebagaimana juga Sekaten, karena demikian banyaknya pengunjung maka beberapa orang memanfaatkan untuk mencari keuntungan dengan menjual barang ataupun jasa. Lambat laun semakin banyak pula penjual barang atau jasa tersebut hingga akhirnya agar lebih tertib, pelaksanaannya dikelola oleh pihak pemerintah. Sampai disini hal itu wajar. Tetapi menjadi tidak wajar jika lama kelamaan hanya penjual yang mempunyai modal besar saja yang bisa berjualan disitu, dikarenakan semakin mahalnya tarif sewa tempat yang ditetapkan pemerintah. Kemudian dalam Pasar malam itu aspek hiburan lebih sangat menonjol dari pada syiar agama Islam sebagai mana makna dari Sekaten.

Apakah pasar malam harus dihapus? Kalau menurut saya , tidak perlu ekstrim begitu Karena jika Sekaten kita maknai sebagai pengejawantahan hubungan vertikal manusia dengan Penciptanya, maka pasar malam dapat kita pahami sebagai pengejawantahan hubungan horisontal antar manusia. Dua hal itu harus dilaksanakan seiring sejalan seirama. Dengan demikian pelaksanaan pasar malam pun harus sesuai dengan dengan pesan yang dibawa oleh upacara Sekaten yaitu ajaran Islam. Jadi perdebatan tentang melenceng tidaknya pelaksanaan pasar malam dari tujuan Sekaten dapat dihindari jika pelaksana atau pengelola pasar malam memahami nilai-nilai luhur yang dibawa Sekaten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar