Selasa, 28 April 2009

Berjuang Bukan untuk Memusuhi

Peringatan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April selalu diidentikkan dengan emansipasi perempuan terutama pascareformasi ini. Banyak di antara kaum perempuan yang menyerukan kesetaraan gender dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi hingga merambah ke bidang politik. Buktinya, anggota legislatif wanita di DPR mendapat porsi yang cukup besar, 30% atau sepertiga jumlah total anggota legislatif.

Padahal jauh sebelumnya, perempuan tidak memeroleh hak yang semestinya mereka dapatkan. Akan tetapi seperti yang kita rasakan banyak perempuan telah mampu mensejajarkan dirinya dengan laki-laki. Dalam bidang pendidikan, kebanyakan yang lulus dengan nilai baik atau cum laude adalah wanita. Banyak pula wanita yang mendominasi jumlah siswa atau mahasiswa di sekolah atau perguruan tinggi. Banyak pula perempuan yang mampu menduduki pucuk pimpinan suatu kabupaten atau provinsi. Bahkan Indonesia juga pernah dipimpin oleh presiden perempuan.

Cara berpikir perempuan pun sekarang jauh lebih maju. Lalu mengapa setiap tahun kita harus memeringati hari kelahiran Kartini, 21 April? Pemerintah memang telah membuat keputusan pada tahun 1964 bahwa Kartini adalah seorang pahlawan dan hari lahirnya dirayakan oleh warga negara Indonesia. Perlu diingat yang diperingati bukan pribadi Kartini secara khusus tetapi memeringati keberhasilan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan nasib kaumnya dan Kartini telah merintisnya.

Mengutip pendapat Anggota Komisi III DPRD Kota Yogyakarta, Anis Sri Lestari SPd yang mengatakan sesungguhnya perjuangan Kartini adalah “mencerdaskan kaum perempuan.” Hal ini bisa kita lihat dari surat-surat yang dikirimkannya pada sahabat-sahabat korespondensinya seperti Ny.Ovink-Soer. Kartini mengungkapkan pemikirannya menuju persatuan bangsa: Kami akan menggoyah-goyahkan Gedung Feodalisme itu dengan segala tenaga yang ada pada kami, dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak sia-sia. Tetapi sebelum itu kami akan mencoba memeroleh kerja sama meski hanya dari satu orang pria yang paling baik dan dan terpelajar di Jawa. Kami akan menghubungi kaum pria yang terpelajar dan progresif. Kami akan mencoba memeroleh persahabatan dan bantuan mereka. Sebab, kami bukan berjuang untuk memusuhi kaum lelaki, melainkan untuk menentang pendapat-pendapat dan adat yang kolot, yang tidak berguna bagi tanah Jawa di hari depan.

Di era milenium ketiga ini, pemikiran Kartini yang terserak dalam lembaran surat-surat yang dikirimkan kepada teman-temannya masih terngiang. Pelajaran berharga yang pernah ditawarkan Kartini pun kuat pengaruhnya pada dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia pendidikan tidak hanya disesaki oleh kaum lelaki, tetapi juga perempuan. Sebut saja sederet prestasi Kartini masa kini seperti memperjuangkan bagaimana perempuan tidak hanya terjebak dalam wilayah domestik tapi juga menuntut ilmu dan belajar.

Esensi kiprah Kartini tak hendak menjadikan kaum laki-laki sebagai “musuh” melainkan rekan atau teman yang bersama-sama bisa mengikis pandangan dan praktik patriarkhis yang masih mengakar kuat di masyarakat. Bukan pula hendak mengingkari apa yang secara biologis telah terlihat bahwa laki-laki dan perempuan memang berbeda. Akan tetapi dari segi karya, kompetensi dan kepantasan, tidak ada standar baku yang membedakan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar