Rabu, 08 Juli 2009

Suka Musik Apa


Musik mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme.(Aristoteles)

Kata-kata demokrasi tidak hanya marak dalam perbincangan kancah politik yang tak ada habisnya. Tapi pada area yang mempunyai tagline bahasa universal ini juga kerap didengungkan. Kebebasan mengungkapkan pendapat pada pilihan mendengar atau memainkan musik yang sesuai selera, karakter atau bahkan suasana hati. Banyak penikmat musik-musik update Indonesia acapkali nongkrong di chart lagu, tapi tak sedikit pula yang menggilai musik klasik macam Beethoven, Beathels, Elvis dan sederet nama pemusik dunia yang melegenda.

Sah-sah saja! Setiap orang berhak menentukan warna musik mereka, suka musik ter-update bukan berarti mereka tak punya ‘selera’ klasik, pun sebaliknya penggila musik klasik belum tentu mereka punya cap bukan anak ‘nongkrong’.

Seperti dilansir dari Wikipedia, musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam, ada yang mengisahkan musik ialah bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya dan juga segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik. Adapun aliran musik yang kerap kita dengar atau kita saksikan ialah musik klasik, musik rakyat/tradisional, musik keagamaan, gambus, kasidah, blues, jazz, country, rock, musik populer, musik dunia, dan lain-lain

Mengapa Musik Melayu
Jika musik memliki banyak aliran -termasuk melayu- mengapa masih ada yang memertanyakan kualitas musiknya, dan mengapa seolah irama melayu tak ‘layak’ tembus dalam ajang bergengsi seperti Anugrah Musik Indonesia (AMI). Bayangkan seorang musisi yang sudah cukup lama eksis di belantika musik Indonesia Yovie Widianto mengatakan, “AMI adalah Anugerah Musik Indonesia, bukan Anugerah Musik Melayu!”
pada saat dia berdiri di panggung meraih penghargaan AMI.

Pernyataan itu jelas memancing kontroversi [lagi] tentang keberadaan musik pop beraroma melayu yang beberapa tahun belakangan ini menjadi ‘virus’ di industri musik Indonesia. Komentar itu menjadi “serangan” tidak langsung kepada para musisi yang mengibarkan bendera pop melayu. Apalagi di gelaran yang sama group band ST 12 yang digawangi Charly van Houten mengusung genre musik melayu juga memenangkan penghargaan album terbaik. Selain itu ring back tone-nya menembus kisaran 10 juta downloader dan banyak judul lagunya seperti PUSPA, Cari Pacar Lagi, Jangan Pernah Berubah, Saat Terakhir, dan Kebesaran-Mu dijadikan soundtrack sinetron.

Bermula dari semakin berjayanya musik melayu yang kian mewarnai genre musik di Indonesia. Musik melayu menyajikan warna baru yang lebih hidup karena mereka mengemasnya dalam bentuk band (ciri khas anak muda). Syair lagu yang menyentuh, irama yang terdengar easy listening seolah mengajak pendengar sungguh terlibat dalam lagu itu. Banyak yang protes, meski tidak sedikit yang mendukung.
Tidak hanya, Yovie, salah satu personil group band Slank juga ikut-ikutan meradang, seperti yang dilansir dari www.detikhot.com bahwa pemilik nama lengkap Mohammad Ridwan Hafiedz ini menuding bahwa musik Melayu sebagai indikasi buruk bagi kemajuan industri musik Indonesia karena musik Melayu sama sekali tidak mengedepankan kualitas. Ridho melihat gekala tersebut sebagai degradasi musik Indonesia .

Mereka yang Berjaya
Hal tersebut memang menjadi perdebatan di banyak diskusi musik. Beberapa band dan penyanyi disebut-sebut sebagai pembawa ‘trend’ melayu yang akhirnya ditiru oleh banyak band lain. Di kalangan musisi yang menyebut dirinya “berkelas” dan “berkualitas” nama-nama seperti ST12, Hijau Daun, Kangen Band, Wali, Mahkota, Merpati, Angkasa, atau Salju adalah “virus” yang mengacaukan “kesehatan” musik Indonesia.

Tak bisa dimungkiri group hijau daun telah mengantongi platinum karena hanya dalam waktu tiga bulan saja, mereka sudah menyedot ring back tone sampai enam juta downloader. Yang tidak kalah menarik, ketika menerima penghargaan platinum, langsung diserahkan oleh Gubernur Lampung dalam satu acara di Bandar Lampung
Tapi kejutan demi kejutan dimunculkan oleh band ‘antah-berantah’ ini. Setelah dua singlenya ‘Cobalah’ dan ‘Suaraku (Berharap)’ menjadi lagu kebangsaan di jutaan ponsel, lagu mereka juga diambil sebagai soundtrack film ‘Janda Kembang’ yang dibintangi oleh Luna Maya. Malah lagu “Suaraku (Berharap)” itu juga direkam ulang dinyanyikan oleh Luna Maya featuring Dide. Dide ini vokalis asli Hijau Daun.

Makin banyak genre, Makin Berwarna
Di luar gemuruh kontroversi lagu melayu yang kerap dituding menurunkan citra musik Indonesia, muncul juga sosok Rhoma Irama dalam wujud sang Anak Ridho Irama. Dirinya bersama Sonet2 Band siap bersaing dengan senior-seniornya dengan mengusung irama musik dangdut kontemporer. Kepiawaiannya dalam mengeluarkan cengkok khas melayu dalam single pertamanya “Menunggu” bahkan mengantarkan dia meraih penghargaan bergengsi (AMI) dalam salah satu nominasi.

Di tambah kemunculan Group Band anyar yang cukup unik yaitu kuburan band mengingatkan kita pada band-band era awal 2000-an seperti Jacpot dan Siva dengan irama lagu yang slow dan simple. Belum lagi kostum unik di video klip dan setiap performance membuat band pelantun lagu “lupa-lupa ingat” ini dilirik oleh penikmat musik Indonesia. Ya! Itu baru contoh saja masih banyak aliran musik seperti Tipe-x yang sempat tenggelam dan belum ada reinkarnasinya.

Mungkin sebentar lagi para pengamat musik dan musisi-musisi yang terlanjur memberi cap bahwa musisi yang dikelompokkan sebagai “perusak” ternyata lebih banyak yang menyukai mereka dibanding yang membenci mereka. Lantas apakah kemudian juga dianggap meremehkan selera musik orang Indonesia mayoritas?
Last, “Satu jam saja kutelah bisa sayangi kamu…kamu…kamu dihatiku, Lupa..lupa..lupa..lupa..lupa..lupa syairnya..ingat…ingat…ingat…ingat..ingat..ingat kuncinya, Suara dengarkanlah aku apa kabarmu pujaan hatiku, Sekian lama aku menunggu. Biarkanlah mengalun seiring datang dan perginya genre musik di Indonesia. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar