Sabtu, 01 Agustus 2009
Membaca Malam
Tahukah kawan sudah nyaris satu warsa ini, saya tak lagi karib bersinggungan dengan aroma malam hari. Padahal jika sedikit beromantisme, selama 7 tahun kehidupan saya selalu ditunggui dan disaksikan malam. Begitu banyak untaian kisah yang terangkai bersama kawan-kawan di malam hari. Mulanya saya kerap menghabiskan malam di organisasi kampus yang memang menuntut untuk lebih banyak berkegiatan di malam hari. Karena ternyata –ini benar-benar terbukti- jika berbincang lebih dalam dengan kawan pada malam hari bahkan hingga subuh menjelang kita jadi makin memahami dan tentu saja merasai.
Yah malam-malam berwarna di kamar kecil organisasi jurnalistik di rektorat lama yang kuikuti sejak tahun 2002, berbicara perihal kegiatan sehari-hari, tingkah laku kawan yang menjengkelkan, sampai masa depan pascalulus. Belum lagi malam-malam di bangku merah bertuliskan merek rokok ternama dengan kawan-kawan lintas SARA, usia dan jenis kelamin. Pernah ada seorang kawan yang jatuh cinta bercerita padaku bagaimana caranya menghadapi pujaan hatinya, adapula yang meminta bantuan konyol pura-pura jadi ibu kostnya, membanting pintu dihadapanku saat kami tengah share, meledek sampai kehabisan bahan, bahkan ada segerombolan kawan lelaki yang memojokanku karena kerjaanku yang tidak beres sampai menangis dan jujur saat itu saya emoh bermalam di kampus lagi. Tapi hanya sesaat, karena setelah itu saya tak sanggup lagi berpisah dengan malam.
Saat malam juga aku pernah kehilangan barang berharga (pemberian adik dan tante) yang raib entah kemana. Pernah juga mengguyur kawan yang ultah di tepat pergantian waktu dengan terlebih dulu mengerjai. Nonton bareng satu laptop ramai-ramai, diskusi KJM yang penuh semangat keingintahuan, ke warung burjo saat tengah malam tiba-tiba perut keroncongan. Main poker sampai dini hari dengan teman-teman persma lain, belum lagi main truth or dare yang bikin heboh. Sering juga selisih paham hingga bertengkar, nulis-nulis tidak jelas di buku curhat (masih ada gak ya). Ke kamar mandi di tempat yang cukup jauh beramai-ramai lantaran takut toilet gelap di rektorat lama yang katanya angker. Dan yang paling menyedihkan terkapar karena sakit di kamar kecil.
Mungkin bisa dikatakan dalam sehari aku lebih banyak menghabiskan malam, karena saat itulah saat yang paling relaks untuk sekadar bersantai dan melepas kepenatan siang hari. Apalagi di suatu ketika ada trend diskusi sambil nongkrong dan tak ketinggalan merencanakan strategi serta aksi di warung kopi dan tentu saja angkringan tugu. Persinggungan itu juga kadangkala disisipi deal-deal politik yang jika mengingatnya jadi geli sendiri. Tidak hanya itu, saya juga menghabiskan malam-malam di bawah temaram bintang hari pertama gempa Mei 2006 di pelataran rektorat lama.
Finally, terima kasih buat kawan-kawan yang selama ini menorehkan malam kalian yang indah bersamaku. Kisah itu masih terekam dihati dan catatan ini baru sepenggal episode, semoga masih ada yang melanjutkan dengan cerita yang berbeda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ah, jadi ingat malam-malamku di himmah, saat diskusi sampai terkantuk-kantu, dan tidur di atas karpet kumal berkuman dan bau. sepertinya malam memiliki kekuatan yang luar biasa untuk dapat memasukkan banyak hal dalam diri manusia. eka, blog kamu aku link ya. kalau boleh, blog-ku di-link di sini :D
BalasHapusiya mba, sama2 makasih juga dah mau berkunjung di cerita ku ini he
BalasHapus