Kamis, 13 Mei 2010

Bisakah Nadine membeli waktu mama


Pada masa sekarang ini, apalagi tinggal dikota kota besar yang serba gemerlap ini, tak jarang mengharuskan pasangan suami isteri harus sibuk di luar rumah dalam rangka memenuhi kebutuhakn finansial yang menjadi tuntutan memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebut saja seorang Noumira. Sosok wanita muda, yang selalu energik selalu tampil modis sebagai wanita karier, terlihat sibuk dengan aktivitasnya. Yah, Noumira menduduki jabatan sebagai manajer keuangan sebuah perusaahan yang cukup terkenal di Jakarta, Noumira sudah dikaruniai dua orang putri. Putri pertamanya sudah berusia 11 tahun bernama Nadine dan putri keduanya berusia empat tahun bernama Alicia

Seperti biasa rutinitas Noumira hampir dihabiskan dikantor. Berangkat kerja mulai jam 7.00 pagi dan pulang kerumah rata-rata jam 21.00. Noumira memang tinggal di salah satu sudut kota Jakarta yang hinggar bingar.
Seperti biasa setelah seharian penuh bekerja di kantornya, dalam keremangan lampu halaman rumahnya yang indah, dia melihat Nadine putri pertamanya di temani Mbak Sum pengasuhnya menyambut dirinya di teras rumah.
“Sayang, kok belum tidur ?” sapa Noumira sambil mencium kening anaknya.
Biasanya Nadine sudah tidur ketika Noumira pulang dari kantor, karena harus bangun pagi juga karena jemputan sekolahnya juga pagi jam 6.30..

“Nadine menunggu Mama pulang, Nadine mau tanya, gaji Mama itu berapa sih Ma?” tanya Nadine sambil terus membuntuti mamanya naik ke lantai atas.
“Ada apa sich kok tumben nanya-nanya gaji Mama segala ?” jawab Noumira sekenanya atas pernyaan putrinya yang agak nyeleneh ini.
“Nadine cuma…pingin tahu aja kok Mah ?, lanjut Nadine yang merasakan kalau pertanyaanya tidak digubris sang Mama.
“Mama nggak mau jawab pertanyaan gituan !”, jawab Noumira dengan wajah ditekuk, atas pertanyaan Nadine yang mulai aneh.

“Ya udah kalau Mama nggak mau jawab, Nadine akan tebak dan hitung sendiri ya !”, jawab Nadine dengan gayanya yang sok tahu, ala anak kecil.
Sambil mengambil selembar kertas kecil dan pulpen, Nadine berlari ke meja belajarnya di sudut kamarnya. Lalu Nadine mulai menghitung.
Hem…Kerja Mama sehari Nadine tebak digaji Rp 800.000,-, berarti selama sebulan dikali 20 hari. Terus berapa gaji Mama sebulan ?. Sehari Mama saya anggap kerja 10 jam.
“Kalau begitu, satu bulan Mama di gaji Rp 16.000.000,-, ya Ma ?”
“Dan satu jam Mama dibayar Rp. 100.000,-.” kata Nadine setelah mencorat-coret dalam kertasnya sambil membuntuti Noumira yang beranjak menuju Toilet.
“Ok, Nadine, kamu memang putri mama yang pintar, sayang”. “Sekarang Nadine cuci kaki lalu bobok”, perintah Noumira setengah berteriak dari dalam toilet.

Tapi kenyataanya Nadine masih saja berada di kamar Noumira, putrinya ini malah duduk di tepi ranjang sambil terus memandangi mamanya yang sedang berganti pakaian.
“Mah, boleh tidak Nadine pinjam uang Mama Rp. 10.000,-?” tanya Nadine dengan hati-hati sambil menundukkan kepalanya.
“Sudahlah Nadine, nggak usah macam-macam dech, untuk apa minta uang malam-malam begini”. “Kalau mau uang besok saja”. “Mama sekarang sudah capek”. “Sekarang Nadine tidur supaya besok tidak terlambat ke sekolah!”, perintah Noumira lagi kali ini dengan nada yang agak galak.
“Tapi Mah”, Nadine coba membantah perkataan mamanya.
“Nadine…., Mama bilang tidur, tidur !!!”, kali ini Noumira mulai membentak putrinya, sehingga sangat mengejutkan Nadine. Akhirnya Nadine beranjak menuju kamarnya.

Noumira mulai jengkel atas pertanyaan dan kebandelan Nadine akhir-akhir ini. Noumira mulai tak bisa menahan emosinya lagi dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak ramah seperti hari-hari sebelumnya. Untungnya ada suaminya yang selalu menghibur dan menenangkan Noumira atas kelakuan Nadine ini.

Ketika emosi Noumira mulai stabil dan selang beberapa waktu kemudian, Noumira kembali menengok kamar anaknya ini. Dia ingin melihat putri kebanggaannya ini “Nadine”
Tapi, ketika Noumira menjumpai Nadine di kamarnya, ternyata putrinya ini belum juga tidur. Tampaknya Nadine sedang terisak pelan sambil memegangi sejumlah uang.
Noumira jadi sedikit bingung dan mulai menyesali atas bentakannya tadi.
Dipegangnya kepala Nadine pelan dan berkata, “Sayang, ma’afkan Mama ya nak !”. “Sebenarnya Mama sayang sekali pada Nadine”.
“Nadine adalah putri kebanggaan Mama”, kali ini tatapan Noumira ke wajah mungil anaknya ini dengan penuh kasih.
Lalu, Noumira pun sambil ikut berbaring di sampingnya dan mendekapnya.
“Ok, sekarang Nadine kasih tahu Mama, untuk apa sih perlu uang malam-malam begini”. “Besok kan bisa, jangankan Rp. 10.000,-, lebih banyak dari itupun akan mama akan kasih”, bujuk Noumira ke putriinya ini.
“Nadine, nggak minta uang Mama kok”. “Nadine cuma mau pinjam”. “Nanti akan Nadine kembalikan, kalau Nadine sudah menabung lagi dari uang jajan Nadine”, bibir mungil putrinya mulai bicara.
“Ok, sayang, tapi untuk apa uang itu Nadine?”, tanya Noumira tetap dengan suara yang lembut.
“Sebenarnya Nadine sudah menunggu Mama dari sore tadi”.
“Nadine nggak mau tidur sebelum ketemu Mama”.
“Nadine pengen ngajak Mama melukis bareng”.
“Satu jam saja”.
“ Tapi mbak Sum sering bilang kalau waktu Mama itu sangat berharga”.
“Jadi Nadine ingin beli waktu Mama, agar Mama & Nadine bisa melukis bareng lagi seperti dulu”, Nadine kecil mencoba menjelaskan kepada Noumira.
“Lalu,” tanya Noumira penuh perhatian dan kelihatannya Noumira masih belum mengerti sepenuhnya.
“Iyach, ma, tadi Nadine hitung uang tabungan Nadine, ternyata jumlahnya ada Rp 90.000,-“.
“Tapi karena tadi Nadine hitung satu jam Mama di kantor dibayar Rp. 100.000,-, berarti masih kurang Rp. 10.000,- lagi”.
“Makanya Nadine ingin pinjam pada Mama”.
“Nadine ingin membeli waktu Mama satu jam saja, untuk menemani Nadine melukis bareng”.

“Ma, Nadine kangen banget sama Mama,” ujar Nadine polos dengan masih menyisakan isakannya yang tertahan.

Noumira terdiam, dan kehilangan kata-kata. Dadanya bergemuruh kencang, seakan ada yang mengetuk-ngetuk dibaliknya. Lalu, Putri kecil itunya itu dipeluknya erat-erat. Putri kecil, putri kebangaannya ini menyadarkan dirinya, bahwa cinta bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata belaka namun berupa ungkapan perhatian dan kepedulian.

“Maafkan mama sayang, sungguh Mama khilaf”, kali ini Noumira tak dapat membendung luapan jiwanya yang tadinya serasa bergemuruh kencang.

Semoga sepenggal cerita diatas memberi inspirasi dan manfa’at.

*E-mail dari seorang kawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar