Senin, 23 Agustus 2010

Pra 10-01-10


Aloo guys, ada yang kelupaan nih, bulan Agustus ini genap empat bulan sudah saya menjalani kehidupan berbeda, bukan lagi ecka yang sendiri, ecka yang anak kost. Tapi kami dah officially tinggal di rumah kontrakan mungil daerah concat. Well sebagai peringatan, saya mau sedikit membagikan kronologis -jiah kaya apa aja- perjalanan cinta kami menuju negeri dongeng yang bisa dibilang ga mulus2 banget, tapi penuh warna dan dinamika.


Entah kebetulan atau tidak, angka itu seperti menjurusku, membawaku pada gelora tanya benarkah asa yang telah terpendam akan menemukan jawabnya. Bisakah angka itu menyempurnakan mimpiku.

Hari berganti hari, jam silih berputar rasanya seperti berderak tak beraturan. Kadang ia bisa berjalan lambat, tapi sesekali ia juga berjalan cepat. Berjalan lambat jika tiba-tiba saya begitu ingin segera menjemput impian terbesar itu, pun berjalan cepat ketika sadar jika sesungguhnya saya belum bisa membawa pernik untuk menggenapi hari itu.

Memang, dua setengah tahun sekilas cukup lama untuk menggambarkan sebuah hubungan. Namun sesungguhnya dibalik bibir saya yang kerapkali mengucap buat apa menunda, terselip sederet gundah. Sudah tiga tahun lulus, tapi belum sepenuhnya mandiri, masih bergantung di beberapa hal pada orangtua, pekerjaan belum tetap meski sekarang sudah terbuka sedikit potensi saya yang lain dan tetap akan terus saya perjuangkan. Sementara sang pendamping, baru saja tuntas menempuh studi, tanda kelulusan belum lagi berada di tangan, pekerjaan juga masih meyakinkan diri akan melangkah kemana.

Lantas, apa yang bisa kami bawa di hari itu, hari di mana titik akan bermula, hari di mana sebelah hati saya dan hatinya mulai medekat dalam sebuah ikatan suci, yang dalam hitungan bulan akan kami rancang. Hari di mana tak ada lagi keraguan akan jalinan kasih, hari di mana kami telah banyak memahami satu sama lain meski masih jauh dari sempurna dan hari dimana kami memandang malu-malu bahwa di antara kami tak lagi sanggup terbang dengan sebilah sayap. Yah, mengapa kami memilih untuk memulai babak baru dengan satu keyakinan dan niat tulus dalam lubuk hati yang terdalam.

Pun kami juga tak berpikir selebrasi, ritual adat, gaun pengantin anggun, kilau berlian, hidangan megah, karpet merah, undangan cantik dan dekorasi warna-warni. Yang kami pikir hanyalah bagaimana lafal itu diucapkan dengan takjub dan syahdu di antara segelintir orang yang menyaksikan dua insan manusia yang telah memasuki lebih dari seperempat abad berikrar untuk saling setia dan mengasihi.

Semoga saja hari itu bisa menjawab permohonan delusi yang teramat sederhana, tentu saja bersama wajah-wajah teduh yang berkenan menuntun kami ke negeri dongeng di warsa ini.

gambar diunduh dari sini

3 komentar:

  1. so sweet...aq suka banget ceritamu yang ini mba...jadi ngaca sama diri aku sendiri. meski sudah tak lagi sendiri secara secara 'jiwa', tapi secara 'raga' tetep ngarasa sendiri. kadang klo udah menikmati akttsku sendiri, aq gak sadar klo aq memang sudah menikah. tiba2 dia terlupakan begitu saja. bahkan telfon2an or sms-an sering kali hanya seminggu sekali, kadang itu sudah bagus, pernah sebulanan gak sama sekali. tapi jujur saja gak pernah ada masalah dengan itu. suamiku (masih inget kan?? dulu aktif di teater EsKa dan ARENA) juga berpikiran sama sepertiku. trus klo udah ngumpul, ku gak pernah lupa nanya "kok banyak orang yang gak berhenti mempertanyakan kondisi kita alias meragukan klo kita memang bisa dengan keadaan seperti ini???", trus suamiku cuma bilang gini,"Karena kita bisa," gitu katanya. semoga mba Ecka dan suami selalu berbahagia dan mendapatkan teman keluarga baru, alias si baby...sepertinya aq akan menuju ke sana, sudah ada tanda2nya loh mba...

    BalasHapus
  2. iya, dalam sebuah pernikahan, agar kita tetap menjadi diri sendiri memang perlu me-time...

    amin2 makasih ya doanya, semoga ikhtiar ini menemukan jalannya.
    Alhamdulillah kamu dah mau jadi ibu ya, senangnya semoga sehat2 dan lancar ya, kalo dah ada tanda2nya segera periksa ke dokter untuk memastikan.

    salam

    BalasHapus