Rabu, 20 Oktober 2010

pencarian dalam eat, pray and love


Lama gak update cerita tentang film ya, guys. Baiklah saya akan coba me-review film yang baru saya tonton semalam bersama suami dan dua orang kawan yang juga pasutri. Double date gitu gayanya.

Opening film Eat, Pray, Love langsung menyajikan panorama Pulau Dewata yang hijau dan asri, dengan mengendarai sepeda mini, Elizabeth Gilbert yang diperankan oleh Julia Roberts. Liz, panggilannya perempuan paruh baya itu tertarik ramalan seorang dukun di Bali bernama Ketut Liyer yang diperankan oleh seniman Bali. Dalam ramalannya itu, Ketut membuat statement bahwa Liz tidak merasa tenang dan perlu pencarian.

Film yang merupakan memoar hidup sang penulis (Elizabet Gilbert) ini kemudian menggambarkan fragmen saat Liz menyesali keputusannya menikah dengan sang suami, Stephen. Pernikahan yang sudah dijalan selama 8 tahun dan mereka telah membeli rumah mewah untuk berdua, akhirnya kandas. Liz merasa bahwa dia yang terlalu egois dan menghancurkan pernikahannya sendiri.

Di tengah proses perceraiannya, ia bertemu dengan lelaki muda yang charming dan seorang aktor amatiran bernama David. Dengannya Liz banyak berdiskusi mengenai kepercayaan dan Tuhan. David yang menganut kepercayaan dari India pun menuturkan bahwa dengan meditasi, ia bisa merasakan tenang dan damai. Liz penasaran dan bercita-cita ingin bertemu dengan guru yang dimaksud David.

Pencarian Liz, ternyata tidak berhenti sampai di situ, passionnya makin kuat untuk merubah hidupnya yang menurutnya begitu-begitu saja, bimbang dan ia merasa tak punya waktu untuk mengurus dirinya sendiri. Keputusan sudah bulat, Liz meninggalkan David. Ia berencana pergi ke tiga negara yang menurutnya bisa membawa ke pengalaman hidup baru dan tentunya perjalanan spiritual.

Yah terkadang ketika sesorang sudah memiliki apapun, kekayaan, nama dan karir yang cemerlang belum tentu bisa menjamin bahwa hidup akan selesai sampai disitu dan akan bahagia. Justru, rasa kosong biasanya kerap mampir dan semakin punya harapan-harapan untuk mewujudkan mimpi lama atau bahkan keinginan yang baru saja ditemui.

Perjalanan Liz dimulai dari Italia yang merupakan surga makanan lezat. Di kota Roma Liz benar-benar menikmati hidup hanya untuk menikmati makanan. Masakan khas Italia mulai dari Sphagetti, Pizza, Napoleon dan lain sebagainya tak dilewatkan sedikitpun tak peduli dengan kenaikan berat badan. Pertemuan dengan pendatang dan warga asli juga membuat perjalanan lebih berwarna. Sayang, visualisasi tentang filosofi makanan dan bagaimana proses makanan tersebut bisa tersaji dengan begitu indah kurang dieksplore.

Setelah 4 bulan di Italia, Liz langsung menuju ke India dengan alasan dia mau mendalami Yoga. Liz pergi ke Ashram yang direkomendasikan oleh David di NY. Bagian di India ini menurut saya sangat gelap, mungkin karena dia berusaha pulih dari perceraian. Jadi ada banyak tangis, marah, kecewa, hampa, dsb dan menurut Liz itu bisa diatasi dengan Yoga. Tapi memang dia bisa tenang dengan hidup berdoa dengan Yoga itu, meski ada pengaruh seorang bapak yang memiliki nasib hampir serupa darinya.

Tanpa diduga, justru di Pulau Dewata, Bali, Elizabeth Gilbert menemukan segalanya. Selain mendapat pencerahan spiritual dari Ketut Liyer dan terinspirasi dengan seorang tabib sekaligus single parent bagi putrinya, Wayan (Christine Hakim). Liz juga menemukan cinta sejatinya, Felipe, yang diperankan Javier Bardem. Mereka saling cinta di saat yang tak terduga,justru di saat Liz telah menemukan keseimbangan dalam hidup dan tak ingin melepaskannya.

Ungkapan Ketut Liyer rupanya telah menohok relung hati Liz. "Terkadang keseimbangan bisa hilang karena cinta, tetapi cinta juga bisa membuat hidup jadi lebih seimbang"

Bagi yang mengharapkan film ini dipenuhi adegan-adegan yang penuh aksi tentu akan sedikit kecewa. Overalll, film ini kaya dan kuat akan dialog-dialog yang inspiratif dan membuat kita merenung jika mendengar kata demi kata yang mengandung makna filosofis. Kelebihan film dialog memang menuntut kita untuk menonton dari awal film tersebut agar bisa mengikuti benang merahnya. Esensi dari film ini mengisahkan tentang orang yang mencoba menghadapi keraguan, ketakutan, kegelisahan dan berbicara pada semua orang

Hidup memang bisa diartikan pencarian akan banyak hal. Ketika kita belum menemukan apa yang kita cari selama itulah kita terus berupaya mendapatkannya. Terlebih dalam upaya pencarian itu, tak sedikit yang akan kita korbankan. Semua adalah risiko yang harus diambil ketika memutuskan sebuah pilihan. Mungkin bagi kita2 yang sudah nyaman dengan kehidupan sekarang, memiliki keluarga yang menyayangi, selazimnya mensyukuri.
Namun sekali lagi jika memilih sesuatu, kita harus siap dengan segala risikonya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar