Syahdan, saya pernah punya mimpi mengabadikan sesuatu dalam sebuah bingkai bernama kamera. Impian masa kanak yang lantas terhenti oleh impian-impian lain yang tak kalah heboh -menurut alam pikir muda- kini setelah saya meletakkan lembaran bernama ijazah dalam map biru, impian itu seperti hadir lagi, memanggil-manggill minta perhatian.
Saya mulai tertarik dengan cerita dapur, cerita proses bagaimana menghadirkan sebuah karya berupa makanan dalam sebuah bingkai. Memasak dengan cinta -meminjam istilah teman-teman yang memiliki hobi dan passion sama. Saya nekat berbagi dengan gambar semampu saya, awalnya hanya dari hp kamera putih kesayangan hadiah dari suami. Yang ada dalam pikiran hanyalah berbagi. Sederhana.
Teringat kata seorang kawan: bahwa ilmu itu harus dibagi, itu yang buat ilmu semakin luas dan tak lekang oleh waktu.
Setelah sekian lama akhirnya saya memberanikan diri untuk mengcapture gambar hasil olahan makanan yang saya buat dengan berbagai wajah, meski dengan properti sederhana, dan alat yang masih biasa. Bukan buat peneguhan atau pengakuan, tapi ini soal passion, passion yang rasanya hadir dalam hati. Ketika gambar bercerita, menyampaikan messagenya itu cukup membuat saya bahagia.
Kata kawan diskusi sekaligus pasangan saya: sebuah karya yang kita bagi adalah penanda bahwa masih orang-orang yang saling menginspirasi, kita bisa belajar banyak dari orang lain, dari alam. Iya semua orang adalah guru. Kritik dan saran bahkan sepahit apapun adalah satu paket, hal itu akan membuat karya kita semakin bewarna. Cakrawala juga semakin luas karena berkenan menerima masukan-masukan orang lain tinimbang bersikukuh.
Pepatah lama yang masih selalu terngiang adalah: di atas langit masih ada langit. Seberapa pun kita belajar kita tetap membutuhkan orang lain, lalu merefleksikan pada diri sendiri, tak perlu membuka ruang-ruang yang hanya akan memperlambat ide-ide. Semua seperti air mengalir, serahkan sama orang-orang yang lebih objketif memandang, sejauh apa foto kita bercerita.
Cerita foto setiap orang berbeda pun dengan kisah-kisah di balik layar foto itu diciptakan. Tak bisa disamakan apalagi disebandingkan. Pun dengan foto-foto makanan adalah ekspresi passion sesorang, ia lahir dari mimpi dan imaji-imaji si pengambil foto. Sebab cerita dalam foto hadir untuk melambungkan anganan seseorang, sekadar kembali ke kampung halaman, berkencan dengan pasangan, atau mengeratkan kasih sayang kepada buah hati.
Catatan dini hari ini ditutup dengan ungkapan dari Alex Webb: “Memotretlah karena kamu mencintainya, dan karena bagimu hadiah terbesarnya adalah proses memotret itu sendiri”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar